PENGARUH MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL
MEMBACA INTENSIF SISWA
ABSTRAK
Untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca intensif sehingga ketuntasan belajar siswa akan
tercapai secara baik, maka dibutuhkan peran serta guru bahasa Indonesia dalam
memilih dan menerapkan suatu metode, model atau pun pendekatan yang sesuai
dengan materi yang akan diberikan pada siswa sehingga akan mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal, salah satu model pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yakni model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing.
Masalah dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil membaca intensif siswa . Variabel dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing (X) dan hasil membaca intensif
(Y), populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas kelas XI SMA Quraniah
Palembang dengan jumlah 60 orang siswa,
sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA sebagai kelas eksperimen
dan kelas XI IPS sebagai kelas kontrol (pembanding), metode penelitian ini
adalah metode eksperimen, teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
tes dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
pengujian hipotesis serta secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa hasil tes yang diberikan pada siswa yang berupa tes objektif
serta tes tes diperoleh rata-rata nilai akhir yakni untuk siswa kelas
eksperimen sebesar 88,17 berbeda dengan siswa kelas kontrol yang hanya 76,50,
sedangkan tingkat ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen mencapai 93% siswa
serta untuk siswa kelas kontrol tingkat ketuntasannya hanya 67% siswa. Selain
itu, hasil pengujian hipotesis yang penulis ajukan terlihat bahwa thitung 2,47 > ttabel
1,78, hal ini menunjukkan bahwa
hipotesis yang penulis ajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan antara model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil membaca intensif
siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang, terbukti kebenarannya dan dapat
diterima.
Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing, hasil membaca intensif
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Proses belajar mengajar bahasa dan sastra
Indonesia di sekolah mengacu pada aspek penilaian terdiri dari empat
keterampilan, yaitu: keterampilan membaca, menulis, menyimak, serta
keterampilan berbicara. Hal ini sesuai dengan tuntunan dari kurikulum yang
berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
diberlakukan pada tahun 2006 oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Selaras dengan uraian di atas, maka proses belajar
mengajar bahasa dan sastra Indonesia di sekolah masih mengalami kendala,
terutama pada aspek kemampuan membaca. Membaca merupakan suatu pemahaman atau
memahami pola-pola dari gambaran yang tertulis, dalam hal ini membaca bertujuan
untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.
Hal ini sering kali menyebabkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia belum optimal mencapai ketuntasan belajar yang optimal sesuai dengan
tujuan dari ketentuan yang berlaku.
Kendala tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor,
salah satunya guru masih banyak menggunakan sistem pembelajaran satu arah
dengan menerapkan metode konvensional sehingga siswa kurang aktif untuk
mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan demikian
mengakibatkan kemampuan membaca siswa tidak optimal dengan demikian hasil membaca
intensif belum optimal mencapai ketuntasan yang diharapkan.
Brooks dikutip Tarigan (2009:35), membaca
intensif atau intensive reading adalah studi seksama, telaah teliti, dan
penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang
pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Kuesioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata,
telaah kata-kata, dikte dan diskusi umum merupakan bagian dan teknik membaca
intensif.
Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
siswa dalam membaca intensif sehingga ketuntasan belajar siswa akan tercapai
secara baik, maka dibutuhkan peran serta guru bahasa Indonesia dalam memilih
dan menerapkan suatu metode, model atau pun pendekatan yang sesuai dengan
materi yang akan diberikan pada siswa sehingga akan mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal sehingga keberhasilan atau ketuntasan belajar akan
tercapai dengan baik. Dari uraian tersebut, maka salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yakni model
pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing.
Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing merupakan suatu
model belajar kooperatif yang
proses pembelajarannya digunakan untuk memberikan
konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat digunakan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut
(Farhan, 2011 dikutip pada http://www.farhan-bjm.web.id,
diakses tanggal 15 Desember 2012). Selain itu, snowball throwing
dapat diartikan suatu gumpalan kertas yang tertulis pertanyaan-pertanyaan
yang dilemparkan pada siswa lainnya dengan tujuan untuk terjadi tanya jawab
terhadap masing-masing kelompok (PLPG, 2008:22).
Penggunaan model pembelajaran tersebut akan
memberikan kontribusi pada siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk
belajar dalam proses pembelajaran membaca terutama pembelajaran membaca
intensif dengan demikian hasil belajar membaca intensif siswa akan mencapai
ketuntasan belajar yang diharapkan sehinga tujuan pembelajaran bahasa Indonesia
tercapai dengan baik.
Bahasa Indonesia pada siswa kelas XI, terlihat
bahwa pada saat siswa diberikan materi membaca terutama membaca intensif oleh
guru ada sebagian siswa yang belum optimal memanami isi bacaan sehingga siswa
tersebut mengalami kesulitan, bahkan kurang aktif untuik menyelesaikan atau
mengerjakan tugas yang telah diberikan demikian, akan memberikan pengaruh
terhadap hasil pembelajaran yang diperoleh siswa.
Hasil pengamatan secara singkat yang dilakukan
penulis di SMA Quraniah Palembang pada saat proses belajar mengajar Bahasa
Indonesia pada siswa kelas XI, terlihat bahwa pada saat siswa diberikan materi
membaca intensif ada sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran membaca intensif bahkan ada juga siswa kurang aktif untuk
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan demikian proses belajar
mengajar kurang aktif atau kata lainnya bisa dikatakan tidak efektif. Kendala
ini disebabkan metode yang digunakan guru mata pelajaran bahasa Indonesia hanya
menggunakan metode konvensional seperti ceramah, tanya jawab, dan penugasan
sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal.
Selain itu, SMA Quraniah Palembang sebagai subjek
penelitian merupakan SMA Swasta yang bisa dikatakan cukup baik di
Palembang. Hal ini dapat diketahui hasil
nilai evaluasi dengan rata-rata siswa kelas XI adalah 70 serta jika dilihat
dari tingkat keberhasilan siswa atau ketuntasan belajarnya masih bisa dikatakan
belum optimal mencapai 85% siswa yang telah tuntas.
Berdasarkan hasil pengamatan secara singkat di
atas, penulis menyimpulkan bahwa untuk mengatasi kejenuhan dan kesulitan yang
dialami siswa pada pembelajaran membaca intensif, maka seorang guru membutuhkan
model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran membaca intensif, yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Diharapkan
penerapan model pembelajaran ini akan memberikan kontribusi untuk membantu
siswa mencapai ketuntasan belajar secara optimal.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah adakah
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap
hasil membaca intensif siswa kelas XI SMA Quraniah Palembang.
1.3. Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing terhadap hasil membaca intensif siswa kelas XI SMA Quraniah
Palembang.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi siswa, bagi guru, pengajaran bahasa Indonesia serta bagi sekolah.
1) Bagi siswa, khususnya kelas XI SMA
Quraniah Palembang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya dalam
pembelajaran membaca dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing.
2) Bagi guru, khususnya bidang studi Bahasa
dan Sastra Indonesia diharapkan dapat menjadikan model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing sebagai alternatif dalam
pembelajaran bahasa Indonesia terutama
pada proses pembelajaran membaca di kelas XI SMA Quraniah Palembang.
3) Bagi pengajaran bahasa Indonesia,
diharapkan dapat bermanfaat sebagai umpan balik dan bahan introspeksi dalam
melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia di
SMA Quraniah Palembang.
4) Bagi sekolah, hasil penelitian ini
diharapkan akan menjadi masukan dalam memberikan umpan balik dan bahan
introspeksi bagi guru dalam melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia, khususnya
bagi guru bahasa Indonesia di SMA Quraniah Palembang.
2. Landasan Teori
2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball
Throwing
“Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing merupakan suatu
model belajar kooperatif yang
proses pembelajarannya digunakan untuk memberikan
konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat digunakan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut”
(Farhan, 2011 dikutip pada http://www.farhan-bjm.web.id,
diakses tanggal 15 Desember 2012).
Selain itu, snowball throwing dapat diartikan suatu gumpalan kertas yang
tertulis pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan pada siswa lainnya dengan
tujuan untuk terjadi tanya jawab terhadap masing-masing kelompok (PLPG,
2008:22). Kemudian pengertian snowball throwing sebagai berikut.
Model snowball throwing merupakan
suatu cara untuk melatih siswa agar lebih tanggap menerima pesan dari orang
lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.
Pertanyaan atau pesan tersebut ditulis dengan menggunakan kertas berisi
pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan
kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab
pertanyaannya (http://wyw1d.wordpress.com,
diakses tanggal 15 Desember 2012).
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran snowball throwing merupakan pembelajaran yang dapat digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi dengan
menggunakan gumpalan kertas yang tertulis pertanyaan-pertanyaan yang
dilemparkan pada siswa lainnya dengan tujuan untuk terjadi tanya jawab terhadap
masing-masing kelompok sehingga akan diketahui sejauh
mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut.
Pelaksanaan
atau penerapan model pembelajaran ini terdri dari beberapa langkah-langkah yang
harus dilaksanakan guru dalam proses penyampaian suatu materi pada siswa. Adapun
langkah-langkah tersebut, sebagai berikut.
1)
Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2) Guru
membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi,
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh
guru ke temannya,
4) Masing-masing siswa diberikan satu lembar
kertas kerja, untuk menulis satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi
yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5) Kertas tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa lain selama kurang lebih 15 menit.
6) Setelah siswa dapat satu bola/satu
pertanyaan diberikan kesempatan pada siswa tersebut untuk menjawab pertanyaan
yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergiliran.
7) Peserta
didik memberikan kesimpulan.
8) Evaluasi
dan penutup (Suyatno, 2099:125).
Selain itu,
penggunaan model pembelajaran snowball throwing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari model pembelajaran ini meliputi melatih
kesiapan siswa serta saling memberikan pengetahuan, sedangkan kekurangannya
adalah pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa dan
tidak efektif (Farhan, 2011 dikutip http://www.farhan-bjm.web.id,
diakses tanggal 15 Desember 2012).
Berdasarkan
uraian di atas, diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing akan
memberikan kontribusi dalam membantu siswa untuk meningkatkan kemampuannya
dalam membaca intensif sehingga ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran
bahasa Indonesia akan tercapai secara optimal dengan demikian kemampuan siswa
dalam membaca intensif akan meningkat.
2.2 Pembelajaran Membaca Intensif
Brooks dikutip Tarigan (2009:35), membaca
intensif atau intensive reading
adalah studi seksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang
dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua
sampai empat halaman setiap hari. Kuesioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata,
telaah kata-kata, dikte dan diskusi umum merupakan bagian dan teknik membaca
intensif.
Selain itu, Candra 2012 dikutip pada http://putra-belitung.blogspot.com,
diakses tanggal 15 Desember 2012 mengemukakan bahwa membaca Intensif adalah
cara membaca sungguh dan terus-menerus untuk memanami isi bacaan. Kuesioner , latihan-latihan pola kalimat,
latihan kota bahasa, telaah kata-kata, dikte, dan diskusi umum. merupakan bagian dan teknik membaca intensif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca intensif
merupakan suatu studi seksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang
dilaksanakan di dalam kelas dengan membaca sungguh dan terus-menerus untuk
memanami isi bacaan. Kuesioner
, latihan-latihan pola kalimat, latihan kota bahasa, telaah kata-kata, dikte,
dan diskusi umum merupakan bagian dan teknik membaca intensif.
Candra, 2012 dikutip pada http://putra-belitung.blogspot.com,
diakses tanggal 15 Desember 2012 mengemukakan bahwa ada beberapa jenis membaca intensif, sebagai berikut.
a. Membaca telaah isi
yang mencakupi sebagai berikut.
- Membaca teliti, sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka seringkali kita perlu membaca dengan teliti bahan-bahan yang kita sukai, jenis membaca teliti ini menuntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh
- Membaca Pemahaman, membaca pemahaman (atau reading for understanding) yang dimaksudkan di sini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards)
- Membaca kritis atau eritical reading adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluative, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan
- Membaca ide atau reading for ideas adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh , serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Dalam hal ini ada suatu prinsip yang harus dingat selalu, yaitu bahwa suatu sumber yang kaya akan ide-ide merupakan dasar bagi komunikasi dan bahwa anak-anak (dan kita juga) cenderung berbicara dan menulis dengan baik kalau mereka penuh dengan ide-ide
- Membaca Kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekedar menagkap makna tersurat, makna antar baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil bacaanya untuk kehidupan sehari-sehari. b. Membaca telaah bahasa yang mencakupi sebagai berikut
- Membaca bahasa (foreign language reading), tujuan utama membaca bahasa adalah memperbesar daya kata (increasing word power) dan mengembangkan kosakata (developing vocabulary
- Membaca sastra (Literary Reading), dalam membaca sastra perhatian pembaca harus dipusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Apabila seseorang dapat mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin mudah dia memahami isinya serta dapat membedakan antara bahasa ilmiah dan bahasa sastra.
Berdasarkan
uraian di atas, maka pada pembelajarannya membaca intensif terbagai menjadi dua
bagian yakni membaca telaah isi dan telaah bahasa. Pada pelaksanaan penelitian
ini penulis hanya mengambil salah satu jenis membaca intensif yakni membaca
telaah isi terutama pada membaca pemahaman. Dengan demikian diharapkan akan
memberikan kontribusi yang positif bagi siswa untuk memahamani isi suatu
wacana.
2.3 Anggapan Dasar
”Anggapan
dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh
penyelidik” (Arikunto, 2006:68). Dalam
penelitian ini penulis mengemukakan anggapan dasar sebagai berikut.
1) Tingkat membaca intensif siswa
berbeda-beda.
2) Membaca intensif terdapat dalam standar
isi mata pelajaran Bahasa Inodesia yang ada pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Arikunto
(2002:64), “Hipotesis Arikunto (2006:71), “Hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul”. Berdasarkan pengertian tersebut, hipotesis yang penulis
ajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil membaca intensif
siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang.
2.5 Kriteria Pengujian
Hipotesis
Ha : Ada
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap
hasil membaca intensif siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang.
Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing terhadap hasil membaca intensif siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang.
Kriteria
pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah Ho diterima jika thitung
< t(1- a) dan tolak Ho jika t mempunyai harga lain.
Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah ( n1 + n2-2)
dengan peluang (1- a) pada taraf
signifikan (a) sebesar 5% (Sudjana, 2002:243).
3 Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil tes
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing dalam proses pembelajaran membaca intensif
terlihat bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing hingga mencapai
88,17 dengan kategori baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan
siswa dalam membaca intensif dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing telah bisa dikatakan baik.
Selain itu, berdasarkan
hasil tes tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
snowball throwing namun menggunakan metode konvensional, maka terlihat
bahwa nilai rata-rata siswa kelas kontrol setelah diberikan perlakuan tanpa
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing hanya 76,50 dengan kategori cukup baik. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan siswa dalam membaca intensif
tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing bisa dikatakan cukup baik.
Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing dalam
penyampaian materi terutama materi membaca intensif memberikan kontribusi yang
positif dalam mencapai ketuntasan belajar yang optimal berbeda dengan siswa
yang tidak diberikan pelakuan menggunakan model pembelajaran tersebut mengalami
kesulitan dan kejenuhan untuk menerima materi membaca intensif akibatnya hasil
belajarnya belum secara optimal mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan.
Berdasarkan hasil
kebenaran pengujian hipotesis yang penulis ajukan terlihat bahwa thitung thitung
2,47 > ttabel 1,78, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang
penulis ajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil membaca intensif
siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang, terbukti kebenarannya dan dapat
diterima. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa dengan diberikannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
snowball throwing dalam proses pembelajaran membaca intensif memberikan
pengaruh positif terhadap hasil pembelajaran membaca intensif siswa sehingga
ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran
bahasa Indonesia akan tercapai secara optimal.
Berdasarkan hasil
wawancara kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa
penyampaian materi wacana dengan membaca intensif telah diberikan pada siswa
namun ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan sehingga bisa dikatakan
tingkat keaktifan siswa cukup baik. Pada akhir pembelajaran guru memberikan
tugas kepada siswa dan memeriksa tugas yang diberikan. Penggunaaan dan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi membaca intensif
adalah cukup baik.
Selain itu, Proses
pembelajaran sering menggunakan metode pembelajaran konvensional seperti
ceramah, tanya jawab dan latihan bahkan pemberian tugas. Salah satu kiat-kiat yang guru lakukan dalam
mengatasi kesulitan siswa yakni dengan mengulang kembali materi serta memberikan tugas rumah. Selain itu,
memberikan latihan atau tugas pada siswa setelah proses pembelajaran. Selama
proses pembelajaran membaca intensif terlihat ada sebagaian siswa yang
mengalami kejenuhan sehingga tingkat motivasi siswa dalam mengikuti dan
memahami materi membaca intensif bisa dikatakan cukup baik.
4. Simpulan Dan Saran
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis
data penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata siswa kelas ekperimen
mencapai 88,17 berbeda dengan siswa kelas kontrol yang hanya 76,50. Dengan
demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing dalam penyampaian materi terutama materi membaca intensif
memberikan kontribusi yang positif dalam mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan wawancara, dapat disimpulkan bahwa
penyampaian materi wacana dengan membaca intensif telah diberikan pada siswa. Namun
ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan.
Untuk mengatasinya maka pada akhir pembelajaran memberikan tugas kepada
siswa dan memeriksa tugas yang diberikan serta menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Selain itu, memberikan latihan atau tugas pada siswa setelah proses
pembelajaran. Selama proses pembelajaran membaca intensif terlihat ada
sebagaian siswa yang mengalami kejenuhan sehingga tingkat motivasi siswa dalam
mengikuti dan memahami materi membaca intensif bisa dikatakan optimal.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang penulis
ajukan terlihat bahwa thitung 2,47
> ttabel 1,78, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang
penulis ajukan yaitu ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil membaca intensif
siswa kelas XI di SMA Quraniah Palembang, terbukti kebenarannya dan dapat
diterima. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dengan diberikannya model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing dalam proses
pembelajaran membaca intensif memberikan pengaruh positif terhadap hasil
pembelajaran membaca intensif siswa sehingga ketuntasan belajar siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia akan tercapai secara optimal. Dengan demikian Ha
di terima dan Ho ditolak, berarti pengaruh yang signifikan antara model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil
membaca intensif siswa kelas X di SMA Quraniah Palembang.
4.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan dari hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran, sebagai
berikut.
1)
Dalam menyampaikan materi pelajaran, hendaknya guru
menggunakan model-model pembelajaran yang bervariatif.
2) Dalam mempelajari membaca intensif, siswa hendaknya
diberi penjelasan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing.
3)
Siswa hendaknya diberi kesempatan bertanya, jika ada
materi yang belum jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Candra Rio. 2012. Membaca Intensif. (http://putra-belitung.blogspot.com, diunduh tanggal 15 Desember 2012).
Farhan. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing. (http://www.farhan-bjm.web.id, diunduh tanggal 15 Desember 2012).
http://wyw1d.wordpress.com/2009/model-pembelajaran-snowball-throwing, diunduh tanggal 15 Desember 2012.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antara Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Penagajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Nurhadi. 1987. Pembelajaran Membaca. (http://wyw1d.wordpress.com, diunduh tanggal 15 Desember 2012).
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). 2008. Model-model Pembelajaran. Rayon 4 Universitas Sriwijaya.
Rika Febriyani. 2005. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing terhadap Hasil Pembelajaran Membaca Siswa Kelas VII di SMP PGRI Prabumulih. Skripsi S.1 (tidak diterbitkan). Palembang: Univesitas Sriwijaya.
|
PENERAPAN METODE IMPROVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
ABSTRAK
Metode
improve merupakan suatu metode
inovatif dalam proses pembelajaran matematika yang didesain untuk membantu
siswa dalam mengembangkan berbagai keterampilan matematikanya, serta
meningkatkan aktivitas belajarnya dengan menggunakan penekanan pada proses
pembentukan suatu konsep. Penerapan metode ini siswa dapat berkomunikasi secara
matematis dan siswa dapat belajar matematika dengan mudah dan cepat karena
dalam proses pengolahan dan perhitungan dapat lebih akurat. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa setelah diterapkan metode improve di SMK Teknologi Nasional Palembang.
Metode penelitian yang digunakan metode
eksperimen yang berupa one group pretest-posttest design. Variabel penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis dan
metode improve. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas X yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X. GP 1 sebagai
kelas eksperimen berjumlah 33 orang siswa. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yakni tes serta teknik analisis data secara deskritif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat
ditarik kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis diperoleh adanya
peningkatan setelah diterapkannya metode improve, terlihat untuk indikator yang
peningkatannya tinggi terdapat pada indikator membuat model situasi atau
persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar
sebesar 0,89 serta untuk indikator yang peningkatannya tergolong sedang
terdapat pada indikator merefleksikan dan menjelaskan pemikiran
siswa mengenai ide dan hubungan matematika sebesar 0,53. serta adanya
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diterapkan
metode improve di SMK Teknologi Nasional Palembang, hal ini terbukti bahwa
tingkat kemampuan komunikasi matematis setelah dilakukan analisis dengan
menggunakan uji gain ternomalisasi mencapai 0,70 yang tergolong tinggi.
Kata Kunci : Metode Improve dan Komunikasi Matematis
1. Pendahuluan
|
Apalagi ditambah kurangnya sarana dan prasarana penunjang belajar
matematika disekolah serta dalam penyampaiannya guru masih sering kali
menggunakan suatu metode pembelajaran yang bersifat konvensional, hal ini salah
satu kendala yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi
yang diberikan oleh guru.
Ketercapaian suatu tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa
seorang guru telah berhasil dalam
mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah
diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesui dengan rumusan
beberapa tujuan rumusan pembelajaran. Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar
mengajar,dapat dilihat dari daya serap anak didik dan persentasi keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dari uraian tersebut, jika tingkat
keberhasilan tersebut hanya 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti
proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (dibawah tarap
minimal atau dikenal dengan istilah KKM), maka proses belajar berikutnya hendak
diberikan perbaikan (Djamarah dan Zain,2010:3).
Berdasarkan uraian di atas, maka upaya peningkatan
mutu pendidikan di indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan masih terus
di upayakan karena sangat di yakini bahwa matematika merupakan induk dari ilmu
pengetahuan.Dalam berbagai diskusi pendidikan di indonesia,salah satu sorotan
adalah mutu pendidikan yang dinyatakan rendah bila dibandingkan dengan mutu
pendidikan negara lain. Salah satu indikator adalah mutu pendidikan matematika
yang disinyalir telah tergolong memprihatikan yang ditandai dengan rendahnya
nilai rata–rata matematika siswa disekolah yang masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan nilai pelajaran lainnya.
Terkait penjelasan tersebut, maka di atur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 Tahun 2007 dinyatakan bahwa materi
ajar haruslah memuat fakta,konsep,prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis
dalam butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Namun
pada kenyataannya anak-anak zaman sekarang tidak diajarkan untuk banyak
menggunakan otaknya melainkan kebanyakan pengajaran melibatkan kegiatan
menghapafal (Sutikno, 2007:43. Matematika tidak ada arti kalau hanya
dihafalkan,karena salah satu ide yang diterima secara luas dalam pendidikan matematika
adalah siswa harus memahami matematika.kebiasaan menghafal hanya akan
memyebabkan siswa sulit dalam menyelesaikan masalah matematika dengan
menggunakan konsep yang sesuai (Sudarman, 2010 ).Untuk mengatasi kendala di atas, maka salah satu
upaya yang dapat digunakan guru guna menyampaikan sautu materi pada siswa,
yakni metode Improve.
Setiyorini,
(2007) mengemukakan bahwa metode improve
merupakan salah satu metode yang memiliki tingkat kebermaknaan tinggi.
Dalam metode ini siswa dikenalkan pada suatu konsep baru, memberikan
pertanyaan-pertanyaan metakognitif dan kemudian berlatih memecahkan masalah
terkait materi. Selain itu, Amalia (2007:5) mengemukakan bahwa metode improve merupakan suatu metode inovatif
dalam proses pembelajaran matematika yang didesain untuk membantu siswa dalam
mengembangkan berbagai keterampilan matematikanya secara optimal serta
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode improve merupakan
suatu metode inovatif dalam proses pembelajaran matematika yang didesain
untuk membantu siswa dalam mengembangkan berbagai keterampilan matematikanya
serta meningkatkan aktivitas belajarnya dengan dengan menggunakan penekanan
pada proses pembentukan suatu konsep dan memberikan kesempatan luas kepada
siswa dikenalkan pada suatu konsep baru, memberikan pertanyaan-pertanyaan
metakognitif dan kemudian berlatih memecahkan masalah terkait materi.
Apriani (2011)
menjelaskan bahwa pada pelaksanaannya metode improve memberikan
keuntungan yaitu, (1) metode
pembelajaran improve dapat mendorong siswa untuk mengenal sebuah konsep
baru yang dihantarkan seorang guru tanpa harus mengabaikan konsep yang sudah
diketahui siswa. (2) metode pembelajaran improve ini dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dengan cara memberikan latihan
soal siswa yang akan memperkuat proses akomodasi sehingga pemahaman terhadap
konsep baru menjadi lebih baik dan guru membantu siswa dengan cara memberikan
pertanyaan metakognitif. (3) metode pembelajaran improve dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam mengemukakan pendapat dan bertanya kepada
guru maupun siswa lain dalam proses pembelajaran serta (4) metode pembelajaran improve
diberikannya pengayaan yang dapat diberikan guna menambah pengetahuan siswa
dalam meningkatkan pemahaman konsep yang baru dipelajari.
Terkait penjelasan di atas, maka untuk
menerapkan metode pembelajaran improve harus memperhatikan langkah-langkah dapat proses pembelajaran. Hal ini
dikemukakan oleh Kramarski, dkk (Karmapati, 2012:4), mengemukakan bahwa
berdasarkan akronim tersebut maka langkah-langkah pembelajaran dengan metode improve
adalah: 1) Guru mengantarkan konsep-konsep baru dengan menggunakan
berbagai tipe pertanyaan, seperti pertanyaan pemahaman dan pertanyaan koneks, 2) Siswa berlatih mengajukan dan menjawab pertanyaan
metakognitifnya dalam menyelesaikan masala, 3) guru mengadakan sesi umpan balik-perbaikan-pengayaan, 4) Semua aktivitas siswa dalam metode ini dilakukan dalam
kelompok-kelompok kecil yang
heterogen.
Kemudian Setiyorini (2007) mengemukakan bahwa secara singkat tahap pembelajaran
matematika dengan menggunakan metode improve yang meliputi: (1) guru
mengantarkan konsep-konsep baru dengan menggunakan berbagai tipe pertanyaan
metakognisi, (2) siswa berlatih menjawab pertanyaan metakognitifnya dalam
menyelesaikan masalah sistematis, dan (3) guru mengadakan sesi umpan
balik-perbaikan dan pengayaan.
Terkiat uraian di atas,
maka dalam penyampaian materi pada siswa pada penelitian ini peneliti
menggunakan langkah-langkah metode improve, yaitu a) guru mengantarkan konsep-konsep baru
dengan menggunakan berbagai tipe pertanyaan, seperti pertanyaan pemahaman dan
pertanyaan koneksi, b) siswa berlatih mengajukan dan menjawab pertanyaan
metakognitifnya dalam menyelesaikan masalah, c) guru mengadakan sesi umpan
balik-perbaikan-pengayaan dan d) semua aktivitas siswa dalam metode ini
dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Diharapkan dengan menerapkan metode pembelajaran ini akan memberikan
kontribusi bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
sehingga tingkat keberhasilan belajar akan optimal tercapai dengan baik.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka peneliti
bermaksud meneliti penerapan metode Improve atau metode pembelajaran yang
memiliki keterbukaan di dalam belajar terhadap pembelajaran matematika untuk
meningkatkan komunikasi matematis siswa . Hakikat metode Improve adalah
pembelajaran dengan menggunakan penekanan pada proses pembentukan suatu konsep
dan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses
tersebut (Derek Glover,2005: 12). Dengan adanya penerapan metode ini siswa
dapat berkomunikasi secara matematis dan siswa dapat belajar Matematika dengan
mudah dan cepat karena dalam proses pengolahan dan perhitungan dapat lebih
akurat.
Mulya (2005) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam
menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling
hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan.
Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa,
misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam
peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan
pesannya dapat secara lisan maupun tertulis. Selain itu, Zainab (2011)
menjelaskan bahwa Kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan fondasi
dalam membangun pengetahuan siswa terhadap matematika baik lisan maupun
tulisan.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu fondasi dalam membangun pengetahuan siswa
terhadap matematika baik lisan maupun tulisan melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang
terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang
dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya
berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
Peranan komunikasi dalam
pembelajaran matematika secara umum, berfokus pada representasi dan komunikasi dalam berbagai gagasan, ide, dan
hubungan yang bersifat numerik, spasial, serta berkenaan dengan data. Ada
banyak aktivitas pembelajaran yang mendukung tema ini, seperti siswa yang boleh
menginterpretasikan ide, gagasan, ataupun pikiran-pikiran yang konseptual yang
mereka miliki sendiri ke dalam bentuk simbolik dan dapat diubah ke dalam
gambaran verbal dari situasi tersebut. Aktivitas lain bisa dengan menyelidiki
suatu masalah, menuliskan masalah, memberi keterangan (notasi) ataupun
dugaan-dugaan (hipotesis) untuk menjelaskan observasi-observasi dalam
matematika. Peranan komunikasi dalam matematika sangat besar, karena saat para
siswa mengkomunikasikan ide, gagasan
ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan
menyatukan pemikiran
Menurut Walle (2008, 4-5), belajar berkomunikasi
dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di
dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Ketika
anak-anak berpikir, menanggapi,
membahas, menulis, membaca, mendengarkan, dan menanyakan tentang konsep-konsep matematika, mereka menuai manfaat ganda: mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi matematis (NCTM, 2000).
Pada proses pembelajaran seorang calon guru
matematika haruslah mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya baik secara
lisan maupun tulisan kepada sesama teman, guru, dosen maupun kepada yang
lainnya, dengan indikator-indikator, mampu (1) mengkomunikasikan pikiran matematisnya
secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang
lainnya, (2) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya
secara tepat, (3) mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, dan (4)
menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang
lain. Pada kemampuan komunikasi matematis siswa ini yang akan dibahas hanya
kemampuan komunikasi matematis lisan dan kemampuan komunikasi matematis tulisan
NCTM (2000).
Selanjutnya, NCTM (2000) menjelaskan bahwa
kemampuan komunikasi seharusnya meliputi berbagi pemikiran, menanyakan
pertanyaan, menjelaskan pertanyaan dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus
terintegrasi dengan baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk
menyatakan dan menuliskan dugaan, pertanyaan dan solusi.
Sumarmo (Zainab, 2011), komunikasi matematis
merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk
berkomunikasi dalam bentuk :
1) Merefleksikan benda-benda nyata, gambar,
dan diagram ke dalam ide matematika;
2) Membuat model situasi atau persoalan
menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar;
3)
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan
simbol matematika;
4)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang
matematika;
5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematik tertulis;
6)
Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan
definisi, dan generalisasi; dan
7)
Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika
yang telah dipelajari.
Standar kemampuan komunikasi matematik menurut NCTM (Zainab, 2011) program pengajaran dari Pra-TK
sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk: (1) mengatur dan
menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi; (2) mengkomunikasikan
pemikiran matematika mereka secara koheren dan jelas kepada teman, guru dan
orang lain; (3) menganalisa
dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain; (4) menggunakan bahasa
matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
Selain itu, Wardhani (2004,19) menyatakan bahwa komunikasi matematis
meliputi:
a) Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian
matematika banyak melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan
bilangan.
b)
Menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model
matematika yang berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel.
c) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Berdasarkan uraian di
atas, maka indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam
penelitian ini yang meliputi: (1) merefleksikan dan menjelaskan pemikiran siswa
mengenai ide dan hubungan matematika, (2) menyatakan ide matematika secara
tertulis, (3) membuat model
situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan
aljabar, (4) membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematik tertulis dan (5) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang
matematika yang telah dipelajari.
Terkait hal tersebut,maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa setelah diterapkan metode improve. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diterapkan metode
improve.
2. Prosedur Penelitian
Variabel tersebut
maka yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis dan
metode improve. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas X yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. GP 1 sebagai kelas eksperimen
berjumlah 33 orang siswa. Metode penelitian ini adalah metode eksperimen yang berupa one group pretest-posttest design. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yakni tes serta teknik analisis data yakni menggunakan uji gain.
3. Hasil dan Pembahasan
Sebelum diterapkannya metode improve dalam penyampaian materi pada siswa
peneliti melaksanakan tes awal, hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kemampuan komunikasi matematis dengan cara ini akan diketahui ada atau tidaknya
peningkatan setelah diterapkannya metode tersebut. Dari uraian tersebut diperoleh bahwa tingkat
kemampuan komunikasi matematis siswa hanya 62,63% dengan demikian bisa
dikatakan kemampuan komunsikasi matematis siswa cukup.
Untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa dalam proses pembelajaran matematika
dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang tepat, salah satunya metode improve. Hal ini selaras dengan pendapat Amalia
(2007:5) mengemukakan bahwa metode improve
merupakan suatu metode inovatif dalam proses pembelajaran matematika yang
didesain untuk membantu siswa dalam mengembangkan berbagai keterampilan
matematikanya secara optimal serta meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar
Salah satu bentuk
keterampilan atau kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam memahami suatu
materi yang diberikan oleh guru adalah kemampuan komunikasi matematis.
Diharapkan setelah diterapkannya metode improve
dalam penyampaian materi matematika akan memberikan kontribusi bagi siswa dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis secara optimal.
Terkait
uraian di atas, maka pada pelaksanaan dengan menggunakan metode improve, terlihat siswa masih mengalami
kesulitan terutama membuat pertanyaan metakognitif dari materi yang diberikan
oleh guru, hal ini disebabkan siswa belum memahami cara membuat pertanyaan
metakognitif itu sendiri. Dari uraian tersebut, maka Kramarski, dkk (Karmapati, 2012:4), menjelaskan bahwa pertanyaan metakognitif yang dapat diajukan
siswa meliputi: 1) pertanyaan pemahaman; 2)
pertanyaan strategi; 3) pertanyan koneksi; serta 4) pertanyaan refleksi. Pada pelaksaan penelitian ini hanya menggunakan
dua jenis pertanyaan yakni pertanyaan pemahaman serta pertanyan koneksi. Untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam membuat pertanyaan pemahaman dan koneksi, maka dibutuhkan
bimbingan yang diberikan oleh guru sehingga siswa akan lebih memahami cara
membuat pertanyaan tersebut dengan demikian tingkat komunikasi matematis siswa
mampu meningkat dengan optimal.
Berdasarkan hasil
pemberian tes akhir diperoleh tingkat persentase kemampuan komunikasi matematis
siswa mengalami peningkatan hingga mencapai 90,70%. Peningkatan
tingkat kemampuan komunikasi
matematis siswa mmengalami peningkatan dengan indek gain ternomalisasi peningkatan tersebut sebesar 0,70 yang tergolong
tinggi.
Terkait uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa setelah diterapkanya metode improve dalam proses pembelajaran matematika
memberikan kontribusi bagi siswa untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis serta siswa lebih mampu membuat model situasi atau persoalan menggunakan
metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar, membaca dengan pemahaman
suatu presentasi matematik tertulis serata menjelaskan dan
membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Terkiat hal di atas, maka selaras dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Apriani (2011)
menjelaskan bahwa pada pelaksanaannya metode improve memberikan
keuntungan yaitu, (1) metode pembelajaran improve dapat mendorong
siswa untuk mengenal sebuah konsep baru yang dihantarkan seorang guru tanpa
harus mengabaikan konsep yang sudah diketahui siswa. (2) metode pembelajaran improve
ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dengan
cara memberikan latihan soal siswa yang akan memperkuat proses akomodasi
sehingga pemahaman terhadap konsep baru menjadi lebih baik dan guru membantu
siswa dengan cara memberikan pertanyaan metakognitif. (3) metode pembelajaran improve
dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengemukakan pendapat dan bertanya
kepada guru maupun siswa lain dalam proses pembelajaran serta (4) metode
pembelajaran improve diberikannya pengayaan yang dapat diberikan guna
menambah pengetahuan siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep yang baru
dipelajari. Dari uraian tersebut, jelas bahwa dengan penggunaan metode improve selain mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis siswa mampu juga mengembangkan kemampuannya dalam memahami konsep
materi yang diberikan oleh guru sehingga dengan demikian indikator keberhasilan
belajar siswa akan tercapai secara optimal.
4. Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1) Kemampuan
komunikasi matematis diperoleh adanya peningkatan setelah diterapkannya metode improve, terlihat untuk indikator yang
peningkatannya tinggi terdapat pada indikator membuat model situasi atau
persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar
sebesar 0,89 serta untuk indikator yang peningkatannya tergolong sedang
terdapat pada indikator merefleksikan dan menjelaskan pemikiran
siswa mengenai ide dan hubungan matematika sebesar 0,53.
2) Adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa setelah diterapkan metode improve ,
hal ini terbukti bahwa tingkat kemampuan komunikasi matematis setelah dilakukan
analisis dengan menggunakan uji gain
ternomalisasi mencapai 0,70 yang tergolong tinggi.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari
hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran, kepada:
1) Bagi guru matematika disarankan untuk
menerapkan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran improve sebagai
bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
matematika.
2) Kepala sekolah, hasil penelitian ini
hendaknya dijadikan sebagai masukan untuk memotivasi guru dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2007. Meningkatkan kemampuan Penalaran Matematis
dengan Menggunakan Metode Improve Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Cileunyi Tahun
Pelajaran 2009/2010. Tersedia di http://amalia_repository.upi.edu di
akses tanggal 20 Januari 2012.
Apriani.2011. Metode
Pembelajaran Improve untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tersedia di http://apriani__repository.upi.edu.
di akses tanggal 21 Januari 2012.
Derek Glover. 2005. Improving Learing. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Djamarah, Syaiful, Bahri
dan Zain, Aswan.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
.........................2010.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Karmapati, 2012. Penerapan Metode
Pembelajaran Improve untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa dalam Pembelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Tersedia di http://jurmalkarmapati.com di akses
tanggal 25 Januari 2013.
Mulya Viieyani. 2005. Pengaruh Model Pembelajaran Virtual Manipulative Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis di SMP Negeri 3 Indramayu. Tersedia di http://Mulyaviieyani.uns.id diakses
tanggal 12 Januari 2013.
NCTM. 2000. Principles
and Standards for School Mathematics. Tersedia di http://www.k12academics.com diakses tanggal 20 Januari 2013.
Setiyorini. 2007. Pembelajaran
dengan Metode Improve untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa (Studi kasus pada siswa kelas VII SMP
PGRI I Dau. Tersedia
di http://setiyorini.repository.upi.edu.
Sudarman, 2010. Proses Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sutikno, Sobry M. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:Prospect.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Invovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Syaban, Mumun. Menumbuhkembangkan daya
Matematis Siswa. Pendidikan dan Budaya.
Tersedia di http://educare,e-fkipunla.net, diakses 9 Juli 2012.
Van de Walle. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah :
Pengembangan pengajaran jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika
SMP/MTs untuk optimalisasi tujuan mata pelajaran matematika. Yogyakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Zainab. 2011. Kemampuan Komunikasi dalam Pembealajaran Matematika. Tersedia di http://jurnal.unsri.ac.id
diakses tanggal 02 Februari 2013.
|
0 komentar:
Posting Komentar